Lubuk larangan : keberkahan yang diberikan ketika alam dijaga
Desa Muara Bio adalah sebuah desa yang terletak di dalam kawasa penyangga Suaka Marga Satwa Bukit Rimbang Bukit Baling Kampar Kiri Hilir, Kampar, Riau. Dapat di tempuh melalui jalur air dari desa tanjung belit, yaitu melalui sungai sebayang ke arah hulu menggunakan robin atau perahu kecil yang diberi mesin. tidak ada jalur darat yang bisa ditempuh karena medan berbukit-bukit dan masih kawasan hutan SM BRBB. Sungai Subayang inilah satu-satunya jalur akses keluar masuk menuju desa-desa didalam kawasan khusunya desa Muara Bio. Beberapa waktu lalu berkesempatan untuk berkunjung ke desa Muara Bio ini untuk acara Tiger Heart dalam rangka Peringatan Global Tiger Day. tapi kali ini saya tidak akan bercerita tentang GTD tetapi saya lebih tertarik untuk bercerita tentang lubuk larangan.
Lubuk larangan adalah kearifan lokal yang terdapat di desa Muara Bio (pada dasarnya seluruh desa di sepanjang sungai subayang memiliki lubuk masing-masing). kearifan lokal ini telah terikat dengan warga setempat dan menjadi budaya tahunan yang terus dilesatarikan. Lubuk larangan adalah Lubuk atau daerah sungai yang lebih dalam dari daerah sungai lainnya, yang selama kurun waktu tertentu dilarang secara adat untuk diambil atau di manfaatkan hasilnya yang berupa ikan, jika dilanggar akan mendapat sangsi adat dari para pemangku adat setempat. saat saya berkunjung ke Muara Bio bertepatan dengan dibukanya lubuk di tersebut. sebuah pengalaman yang jarang terjadi dan tidak mungkin dilewatkan, lubuk larangan di desa ini dibuka setahun sekali biasanya beberapa hari setelah hari raya lebaran dan bulan ramadhan. Proses pembukaan lubuk larangan merupakan upacara khusus yang selalu dinantikan oleh masyarakat maupun pengunjung yang sengaja ingin menyaksikan pembukaan lubuk ini.
Proses pembukaan lubuk larangan di awali dengan memasang jaring di kedua sisi lubuk yaitu di bagian hulu dan hilir lubuk yang dimaksudkan agar ikan tidak kabur dari lubuk ke hulu atau hilir sungai. setelah itu masyarakat setempat yang terdiri dari para lelaki dewasa dan pemuda bermarai ramai turun ke lubuk untuk menangkap ikan, cara menangkapnya dengan jala yang di tebar dari atas sampan, jala apung atau dengan menggunakan panah ikan. para pemanah ikan di haruskan menyelam untuk dapat memanah ikan tersebut.
Sembari menunggu bapak-bapak membuka lubuk larangan masyarakat lainnya berkumpul ditepian sungai untuk sekedar menyaksikan atau untuk membantu semampunya. upacara penangkapan ikan dilaksanakan hingga tengah hari untuk beristirahat sejenak dan dilanjutkan setelah itu. menjelang sore hari setelah menurut kesepakan bersama upacara penangkapan ikan dirasa cukup, maka upacara penankapan ikan dihentikan, hasil tangkapan dibawa ketepi dan dikumpulkan.
Ikan belida (Chitala lopis) |
ikan baung (Myrtus sp) |
Ikan tapah (Walago leeri) sedang dilelang |
ikan patin sungai dan ikan lainnya |
Begitu kaya dan melimpahnya sumber daya yang dihasilkan oleh sungai jika kita mau menjaganya, seperti lubuk larangan ini. oleh karena itu lubuk larangan ini sudah seharusnya terus dilestarikan oleh masyarakat setempat maupun yang lain. Karena dengan menjaga lubuk larangan secara langsung menjaga sebuah budaya yang sudah diwariskan secara turun temurun sekaligus menjaga sungai dan seluruh makhluk hidup didalamnya. dengan menjaga sungai secara langsung kita sudah menjaga air dan biota didalamnya. dan untuk menjaga sungai agar tetap mengalirkan air jernih maka kita harus menjaga vegetasi sekelilingnya. ini semua merupakan rantai tak terputus yang harus di jaga keseluruhan bagiannya. hutan mengikat air dan membuat sungai tetap mengalir, sungai mengalir menyediakan air, ikan, dan jalur transportasi.
karena sungai merupakan nadi kehidupan bagi manusia
-End-
Komentar
Posting Komentar