Ekosistem Lahan Basah warisan berharga yang harus kita jaga

Save mangrove, peat land and estuary

Mari kita mengakrabkan diri dengan alam, menjalani hidup dengan cara-cara harmoni dan sebisa mungkin memberikan manfaat untuk keadaan sekitar yang lebih baik!. Serangkaian rencana kegiatan untuk memahami arti penting lahan gambut, mangrove dan kawasan estuaria dipersiapkan secara matang dipenghujung tahun 2014 silam. Searah alur keberangkatan dimulai menuju kawasan gambut terbakar di Desa Tanjung Leban dan kawasan estuaria Dusun Bukit Batu Laut Kecamatan Bukit Batu Kab. Bengkalis,  diakhiri dengan berziarah ke makam pembesar Laksamana Raja di laut sang laksamana bermarwah kerajaan Siak Sri Indrapura yang mangkat di Bukit Batu. 

Pagi itu, kelompok studi lapangan Ekologi Lahan Basah Universitas Riau berangkat menuju lokasi untuk mengkaji arti penting lahan gambut, estuaria dan mangrove. Pekanbaru menuju Kec. Bukit Batu Kab. Bengkalis ditempuh dengan 5 - 6 jam perjalanan. Dosen pengampu perkuliahan ekologi lahan basah, Dr. Haris Gunawan dan Drs. Khairijon MS. akan memberikan pengajaran tentang hal terkait gambut, mangrove dan estuari di lokasi tujuan. Suasana ceria mengiringi sepanjang perjalanan, kiri dan kanan terlihat pemandangan mulai dari hamparan kebun sawit, persawahan dan kebun karet tersuguh begitu saja menemani pandangan selama keberangkatan.

Sesampainya di sebidang lahan gambut bekas terbakar milik Pak Noor di Desa Tanjung Leban, yang terbakar berkali-kali sejak 2008. Saat ini lahan tersebut telah menjadi lahan restorasi gambut, petualangan basah-basahan masuk kawasan gambut dimulai dengan menelusuri jalur yang tak terlihat oleh genangan air berwarna coklat kehitaman yang payau. Waktu itu kodisi lahan tersebut sedang digenangi air karena semalaman telah diguyur hujan lebat. Pada masa kemarau, proyek restorasi gambut ini ketakutan jika saja kebakaran terjadi di kawasan yang merupakan zona penyangga Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. Mengalami sensasi itu, membuat rombongan bersuka ria menuju titik kumpul untuk menerima materi tentang gambut dan restorasinya. Pemaparan Dr. Haris Gunawan tentang gambut yang terbakar yang tidak akan ada artinya jika tiada kesatuan antara air, tanah gambut dan juga tumbuhan. Ketiga unsur tersebut tidak boleh dipisahkan satu atau dua unsur penyusunnya. Karena gambut terbentuk selama kurun waktu ribuan tahun, kerusakan gambut tidak akan bisa diperbaiki begitu saja. Maka, usaha restorasi yang bisa dilakukan setidaknya adalah membasahi kembali dengan blocking air untuk mencegah kebakaran kembali dan penanaman pohon asli daerah gambut agar mendorong suksesi alami yang terjadi di lokasi ini disuatu masa nantinya. Drs. Khairijon MS memberikan tips menganalisa kondisi hutan antara primer dan sekunder dengan sangat mudah. Hutan yang ditemukannya Macaranga sp diidentifikasikan sebagai penanda hutan sekunder. Tumbuhan asli rawa gambut akan tumbuh dan berkembang hanya dalam kondisi tergenang.

Pak Noor selaku pemilik lahan mengaku sangat senang tanahnya dijadikan sebagai lahan percontohan restorasi hutan rawa gambut bekas terbakar bersama Dr. haris Gunawan sebagai  pakar Gambut dari Universitas Riau karena hal tersebut diperhatikan dan dipertimbangkan oleh banyak pihak, sampai mendapat apresiasi dari praktisi lahan gambut mancanegara. Tidak ketinggalan aksi kecil kami yang dinilai akan sangat berarti bagi keadaan di sana, yaitu penanaman pohon asli lahan gambut seperti Meranti batu, Bintangur dll. Mudah-mudahan tanaman yang telah ditanam oleh sekelompok orang ini tumbuh dengan baik, amin.

Perjalanan dilanjutkan kembali ketika senja datang. Kelompok studi lapangan ekologi lahan basah menuju kawasan ekowisata Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu untuk esok harinya belajar tentang mangrove dan estuaria. Keramahan warga sungguh memberikan rasa nyaman peserta datang disapa dengan adat khas melayu Bukit Batu. Secara langsung mendapat pengalaman gambaran nyata dari cerita  betapa etika dan kesopanan suku melayu sangat baik.  Eksotisme perkampungan di atas air mulai terasa saat menelusuri jalan panggung menuju dusun Ekowisata yang terletak di estuaria ini, kiri dan kanan terlihat mangrove dengan stratifikasinya. Bapak Sarwani, pemuka disana mengucapkan selamat datang di dusun Proyek Ecoturism Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu. Pengginapan kami adalah perumahan warga yang telah menyuguhkan makan malam dengan menu hasil tangkapan nelayan yang tinggal di sana, semisal ikan kakap putih dll.
Suasana malam yang santai, diisi dengan berbagi kearifan local setempat sambil bercengkrama dengan warga dan petinggi di sana. Klasik sekali aktivitas warga di sana, kaum laki-laki ada yang bekerja menjadi petani dan nelayan. Kaum perempuan bekerja di rumah mengasilkan tenun bukit batu, kerajinan anyaman dan membuat kerupuk sagu.  Ternyata ikan  hasil tangkapan sangat mensejahterakan warga kampung tersebut. Tidurlah serombongan studi Ekologi Lahan Basah itu dengan sangat lelap menabung tenaga untuk esok yang ceria, di kawasan yang dulu dibawah kekuasaan Datuk Laksamana Raja di laut.

Pagi hari itu, air pasang menerjang pelataran rumah warga. Namun tidak puas rasanya para peserta studi ini jika tidak bermain air karena terlihat suasana sekitar dilengkapi dengan pemukiman atas air yang sedang pasang, terlihat sangat indah pantulan mentari pagi di badan perairan selayang pandang keberadaannya di dekat muara yang berlalu lalang ponton mengantarkan balak menuju perairan selat Bengkalis, tidak ketinggalan fisiognomi mangrove terlihat jelas dipagi itu.


Gelembung renang ikan yang dikeringkan dari jenis ikan malung sejenis ikan predator

Di estuaria tidak jauh dari meriam peninggalan dahulu kala, berdiri 2 pohon mangrove yang kokoh seperti tak tergoyah suasana hening atau bingarnya aktivitas muara. Membuat hati manusia bernurani terenyuh melihat merek berdua ditingalkan oleh lainnya.Berbait-bait puisi mungkin telah dituturkan sebagai bela sungkawa atau harapan terus lestari di sana. Mangrove itu, seolah berteriak “tolong kami dari sepinya dunia!”. 

terlihat 2 pohon mangrove di kejauhan

Rusak nya mangrove dikawasan ini teridentifikasi oleh adanya abrasi pantai akhibat hempasan ombak, di perburuk oleh hantaman balak-balak (kayu gelondongan) yang banyak di badan perairan sisa dari perusahaan kayu di hulu. belu lagi sampah polutan dari buangan rumah tangga disekitar.




Tulisan sederhana dari spanduk bekas dan sedikit cat, “save our peat land, mangrove and estuary!” mudah-mudahan menjadi cambuk nurani kelompok studi ekologi lahan basah untuk mengerti arti keberadaan alam tercipta di bumi ini dilestarikan.

Mudah-mudahan, kita bisa lebih banyak lagi melakukan kampanye untuk lain hal sebagai rasa turut mensyukuri nikmat Tuhan Yang Maha Esa dengan cara menyebut-nyebut aneka pemberiannya kepada kita, salam harmoni dunia….

Salam.

Mizna 

Note : Cerita ini di Posting ulang dan di edit dari blog Banyakcito.blogspot.com  dengan penulis dari kelompok yang sama.  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIATOMS “ THE JAWELS OF THE SEA”

Lubuk Torok, Alam juga ingin lestari.

Lubuk larangan : keberkahan yang diberikan ketika alam dijaga